Jumat, 19 Oktober 2018

CERPENKU


Si Pengajar Santri

Oleh: Lilis Risma Putri


            Pukul tujuh.
            Ari masih mengayuh sepeda tuanya menuju ke sekolah. Jalanan begitu ramai. Dengan lihai ia menerobos kemacetan yang terjadi. Ia tahu bahwa hari ini ia terlambat lagi. Tapi apalah daya, lagi-lagi ia bangun kesiangan. Baginya keterlambatan tidak begitu bermasalah. Yang penting ia bisa sampai di sekolah dan menuntut ilmu seperti biasa.
            “Kamu terlambat, Nak!” satpam sekolah menghadangnya di pintu pagar.
            “Saya tahu, Pak.” Sambil turun dari sepeda, Ari menanggapi satpam berkumis tebal itu dengan kesal.
            Pak satpam melihat jam hitam yang melingkar di tangannya sambil menghitung-hitung. Lalu ia menoleh ke arah Ari yang diam membisu. “Belum ada 5 menit, silakan masuk!” perintahnya kepada Ari.
            Ari bergegas memarkirkan sepeda tuanya dan segera berlari menuju ke kelas. Sampai di depan kelas ia berhenti lalu mengetuk pintu. Ia terkejut, ternyata pelajaran pertama hari ini adalah biologi dan pastinya yang mengajar adalah Pak Heri. Ia mengutuki dirinya sendiri. Pasti ia akan dihukum berdiri di depan kelas selama pelajaran berlangsung, batinnya.
            Seisi kelas menertawakannya, seiring dengan langkah kakinya memasuki ruang kelas. Ia berdiri di depan Pak Heri yang dari tadi menatapnya. “Kamu tahu kan, apa yang harus kamu lakukan?” tanya Pak Heri kepada Ari.
            “Saya tahu, Pak.” Jawabnya singkat.
            Ia segera menaruh tasnya di meja yang kosong dan langsung berdiri di depan kelas, tepatnya di sebelah kiri papan tulis. Suara ejekan pun tak terhindarkan. Seluruh teman-teman menertawakannya.
            “Sudah, diam!” sentak Pak Heri. “Mari kita lanjutkan pelajaran,” sambungnya.
            Andai saja hari ini aku tidak terlambat, setidaknya aku bisa tidur di belakang sana. Batinnya, saat Pak Heri sedang menerangkan sistem gerak manusia.

-0-

            Jam pelajaran biologi pun selesai. Ari langsung duduk dan mengeluarkan buku matematika. Setelah pelajaran biologi, jam berikutnya adalah pelajaran matematika. Pak Totok sudah memasuki ruang kelas, Ari juga sudah bersiap untuk tidur. Sudah menjadi kebiasaannya saat pembelajaran berlangsung. Namun, tidak semua guru menyadarinya, sebab ia duduk di meja paling belakang. Ia berharap tidurnya kali ini juga tidak ada yang tahu.
            “Anak-anak, kali ini kita akan belajar mengenai trigonometri,” Pak Totok mengawali pembelajaran matematika.
            Di tengah-tengah pembelajaran, Pak Totok bertanya kepada siswa. “Coba sederhanakan persamaan trigonometri yang Bapak tuliskan di papan tulis.” Sambil menuliskan sebuah persamaan trigonometri. “Yang bisa mengerjakan ini, akan saya beri nilai plus di rapor nanti,” tambahnya.
            Seluruh siswa gaduh, segera mencari berbagai referensi untuk mengerjakan soal dari Pak Totok. Namun tidak untuk Ari. Ia masih terlelap dalam tidurnya. Ia benar-benar menemukan waktu yang paling tepat untuk tidur.
Pak Totok mengelilingi tempat duduk siswa untuk mengecek sejauh mana siswanya menyerap pelajaran yang ia berikan selama ini. Hingga ia sampai di meja belakang dan menemukan sosok Ari yang tertidur lelap. Dalam benaknya ia sangat marah dan ingin menghajar Ari sebelum ia terjaga. Namun tidak begitu kenyataanya.
Ari merasa dirinya tergoyang-goyang dan ia pun segera membuka mata. Pemandangan wajah Pak Totok pun langsung terlihat jelas. Ia baru menyadari bahwa saat ini sedang berlangsung pelajaran matematika. Tenang saja, aku sudah belajar tadi malam, batinnya.
“Ari, kerjakan soal di papan tulis. Sekarang!” bagai singa kelaparan yang bertemu dengan mangsanya, hingga seluruh siswa mematung saat mendengar ia berbicara.
Tanpa banyak kata, Ari segera mengambil spidol dan mencoretkan serentetan rumus untuk mengerjakan soal yang diberikan Pak Totok. Hening. Tidak ada sepatah kata pun yang terdengar. Hanya goresan spidol yang terasa mengiris hati para siswa. Tegang, sudah pasti. Namun tidak untuk Ari. Seakan mendapat mainan baru, ia begitu gembira. Namun bukan karena sentakan Pak Totok. Dan bukan karena soal di hadapannya.
Belum ada lima menit, Ari sudah meletakkan spidolnya dan segera kembali ke tempat duduk. Ia berhasil menemukan jawabannya. Dan ia yakin bahwa jawabannya pasti benar.
“Ari, bukankah kamu tadi tidur?” Pak Totok merasa heran dengan Ari.
“Ya, Pak, saya tadi tidur.” Ari mengakui kesalahan yang sudah menjadi kebiasaanya itu.
“Lalu, bagaimana kamu bisa mengerjakan soal ini?” Pak Totok terus menghujani pertanyaan kepada Ari.
“Saya sudah belajar tadi malam.” Jawabnya singkat.
“Siapa yang mengajarimu?” Pak Totok tidak mau kalah. Seketika Ari menjadi pusat perhatian seisi kelas.
“Saya belajar sendiri.” Tegasnya.
Pak Totok sedikit menjauh dari tempat duduk Ari menuju ke meja guru yang berada di depan kelas. Ia kembali menatap Ari. “Sudah berapa kali kamu tidur di kelas?” rupanya Pak Totok masih merasa penasaran dengan Ari.
“Berkali-kali, Pak. Tapi sedikit guru yang tahu. Rata-rata mereka acuh tak acuh.” Seakan bosan dengan pertanyaan Pak Totok, hingga ia tahu pertanyaan Pak Totok selanjutnya.
“Baiklah, mungkin itu keberuntunganmu.” Sambil memegang jenggot panjangnya. “Kenapa kamu sering tidur saat pembelajaran berlangsung? Apakah setiap malam kamu begadang?” Ari mengira pembicaraan ini  telah selesai. Ternyata ia salah.
Sejenak ia diam. Ia bingung mau menjawab dengan jujur atau tidak. Jika tidak, apa yang harus ia katakan. Ia benar-benar bingung. “Ari, kamu dengar tidak?” seperti disepelekan, rasanya Pak Totok ingin melempari Ari dengan spidol.
“Tiap malam saya mengajar santri di pondok dekat rumah saya, Pak.” Akhirnya Ari mengakui kebiasaannya di malam hari. “Saya melakukannya untuk membantu santri dalam mengaji sekaligus untuk mencari uang. Biasanya saya selesai mengajar jam 10. Setelah itu saya masih belajar, paling tidak sampai jam 2.” Sambungnya dengan nada santai.
Merasa trenyuh, Pak Totok menundukkan kepalanya. Sama halnya dengan teman-temannya. Mereka mengira sosok Ari ini adalah seorang pemalas dan tidak disiplin. Sering terlambat dan sering tidur saat pembelajaran berlangsung. Namun ternyata di balik penampilannya yang serba buruk, Ari rela mengorbankan waktu tidurnya untuk mencari uang, dengan mengajar para santri.
“Baiklah, Ari, saya menghargai kamu. Yang penting kamu bisa menguasai materi dan bisa mengerjakan soal-soal yang saya berikan.” Ari merasa lega. Ia berpikir bahwa ia akan dilaporkan ke guru BK. “Dan kamu juga berhak mendapatkan nilai plus di rapor dari saya.” Sambung Pak Totok.
Seluruh teman-teman memberikan tepuk tangan kepadanya. Kini, ia tidak di cap lagi sebagai pemalas oleh teman-temannya. Malah, teman-teman menghargainya dan segan kepadanya.
Sebenarnya ia tidak ingin ada yang tahu tentang kebiasaannya itu. Banyak teman-teman yang menanyakan kepadanya sebelumnya. Namun ia tidak pernah mau menjawabnya. Tapi, lambat laun semuanya akan terbongkar seperti saat ini. Tidak apalah, yang penting aku tidak dikeluarkan dari sekolah ini, gumamnya.
-00-





BIODATA PENULIS

Nama                                       : LILIS RISMA PUTRI
Tempat, Tanggal Lahir            : WONOGIRI, 22 Februari 2002
Alamat                                     : Waru, 002/003, Ngandong, Eromoko, Wonogiri
Agama                                     : Islam
Orang tua                                : Tukijan, Suyekti.
Sosmed:
         FB                                     : Lilis Risma Putri
         IG                                      : @lilisrp2002
         WA                                   : 085803438982
         LINE                                 : @lilisrp2002
         Twitter                              : @lilisrp2002
         E-MAIL                            : lilisrismaputri@gmail.com
         GOOGLE+                       : Lilis Risma. Putri
         WEB                                 : www.lilisrismaputri.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar